Ilustrasi/Ist
Benar kata Demitri The Stoneheart, "Seorang ayah tidak akan
mengatakan bahwa dia mencintai Anda, dia akan membuktikannya dengan
perbuatan."
Sore itu kehadiranku disambut dengan sedikit
rintik hujan. Langit semakin gelap ditutupi awan bergulung-gulung dengan
petir yang sesekali menyambar tempat yang kutinggalkan selama kurang
lebih dua tahun itu. Jutaan rintik air mulai berhampuran di atas aspal
tapi tidak berlangsung lama. Nampaknya mentari lebih kuat untuk
memancarkan sinarnya di sela-sela gumpalan awan.
Gelora semangat
memenuhi jiwa muda, terutama saat rumahku terlihat dari kejauhan.
Sepanjang berjalan kaki menuju rumah, bersama langkah kaki yang
kuayunkan, jantungku berdebar kencang.
Wajar saja, di rumah itu
menyimpan banyak kenangan, juga semakin dekat untuk menjawab kerinduan
yang tersimpan lama semenjak kutinggalkan sosok pahlawan yang
mendedikasikan hidupnya untukku dan saudara-saudaraku. Ialah Ayah,
malaikat tak bersayap utusan Tuhan bagi kami.
Namaku Grace. Ibu
meninggal saat aku berusia 5 tahun. Kini hanya ada aku dan ayah dan
ketiga saudaraku yang menjadi bagian dari keluarga kecil ini. Mungkin
bagi kebanyakan orang menganggap ibu sebagai seorang malaikat. Tetapi
sebaliknya bagiku. Hanya seorang ayah. Ia adalah utusan Tuhan yang
memberikan kasih sayang yang sempurna kepada kami.
Memasuki
pekarangan rumah yang menyimpan kenangan manis hingga pahit itu, mataku
mulai berkaca-kaca. Banyak rasa beradu menjadi satu irama. Aku masih
berdiri mematung sembari memandang langit yang mulai berubah warna.
Tiba-tiba aku mendengar suara yang tidak asing bagiku di belakang, suara
yang begitu sangat kurindukan.
Bapa, kataku spontan dalam hati.
Bapaaaaa! Aku berteriak kuat-kuat melihat sosok pahlawan yang memikul kayu pulang dari hutan sambil berlari kecil menyambutnya.
Nonaa!!"
Ayah
teriak membalas sambil melempar kayu yang dipikulnya. Aku berlari
menggapai dan memeluknya. Air mata kami tak terbendung melepas rindu
yang telah lama tersimpan rapat-rapat.
Bapa saya rindu. Hanya
kata itu mampu keluar dari mulutku terus berulang kali. Rasanya dalamnya
rindu yang kurasakan selama ini terbayar dengan pelukan dan isak tangis
yang kurasakan. Begitu lama kami berpelukan.
Ia memandangku, Kamu siapa nona? Ayah bertanya memastikan siapa diriku.
Saya Grace bapa, kataku.
Wajar
pertanyaan itu, karena aku pulang tanpa memberi kabar sebelumnya,
begitupun kami anak-anaknya telah meninggalkan ayah kami sendirian
karena berjuang mencari ilmu jauh dari ayah.
Ohh, anakku!
Ayah
kembali memeluk dan kali ini isak tangis kami semakin meninggi hingga
para tetangga kami terharu melihat kami. Ada rasa nyaman, damai, nyaman
saat berada dalam pelukan pria hebat ini.
Sementara, matahari
lebih condong ke barat dan awan yang menghiasi langit kini mulai berubah
kemerahan. Tak lama lagi malam akan segera tiba.
***
Hari
ini, di hari istimewanya yang ke sekian ini, aku baru menyadari
semuanya. Ia melakukan peran seorang ayah dengan sempurna sebagai kepala
keluarga. Sebagai seorang ayah bagi kami, Ia memberikan pendidikan dan
bimbingan kepada kami, sekaligus membantu untuk memecahkan masalah yang
terjadi guna mencapai kedewasaannya.
Ayah memberi contoh dan
teladan agar kami mampu hidup mandiri dan mengenalkan
pengalaman-pengalaman tentang objek yang ada di lingkungan sekitar
sebagai bagian dari proses belajar.
Ayah memberikan perlindungan
bagi kami, bertanggungjawab pada tugas dan berani mengambil keputusan
sejalan dengan kebutuhan. Ia memperlihatkan sikap kebapaan dan tokoh
yang berpribadi matang dan dapat memelihara kepercayaannya.
Ayah
juga lihat dalam urusan rumah tangga, berperan sebagai ibu dengan penuh
bertanggung jawab. Baginya, apabila melaksanakan tugas serta tanggung
jawabnya dalam mendidik dan mengarahkan anak dengan baik, akan
terlahirlah generasi yang baik. Generasi unggul yang tumbuh menjadi
seseorang yang berbudi luhur, bertanggung jawab, dan berbakti kepada
orangtua.
Sebagai seorang wanita, peristiwa dua puluhan tahun
yang silam telah merubah kehidupan menjadi sosok anak yang tumbuh tanpa
peranan seorang ibu. Memang semua terbayang sangatlah berat namun kini
telah kulalui semua hingga aku tumbuh menjadi seorang yang kuat dan
tegar dalam menghadapi persoalan hidup.
Ayah bagiku adalah sosok
luar biasa yang memiliki peran ganda oleh keadaan. Ia menjadi sosok
ayah yang dengan penuh kasih sayang merawat kami tanpa memikirkan
dirinya yang kian tua. Wajarlah jika cinta kasih dari seorang ibu hampir
tidak aku dapatkan. Komunikasi terjalin dengan ayah saja. Tentu ada
perbedaan. Kepergian ibu itu tentu berdampak pada psikologisku.
Meski
kepergian itu sewaktu masih kecil, sering terlintas di bayangku saat
mendapatkan kasih sayang ibu. Hal ini sering membuatku seperti orang
bodoh yang kehilangan akal sehat. Namun berkat orang-orang yang berada
di sampingku, saya tegar dan kuat.
Aku tak pernah kekurangan
kasih sayang karena ayah telah memberikan sayang yang lebih kepadaku.
Namun tak bisa dipungkiri, kehadiran sosok ibu sangat kurindukan.
Jika
cinta seorang ibu seperti madu yang manis, maka cinta seorang ayah
adalah segelas teh hangat yang menenangkan. Rasanya memang tak semanis
madu, tetapi ada kenyamanan dan kehangatan di sana. Mungkin!
Hari sudah berganti malam. Kini aku di kamar yang telah kutinggalkan beberapa tahun yang lalu
Saya
banyak belajar dari Ayah tentang arti sebuah kehidupan. Bahwa setiap
jengkal nafas yang kita hembuskan, ada pertanggungjawabannya kepada Sang
Maha Kuasa. Bahwa hidup adalah suatu perjuangan. Pantang menyerah!
Pantang mengeluh!"
Untuk Bunda, kupikir bunda begitu sempurna.
Tidak akan ada wanita yang bisa setangguh bunda yang bisa meninggalkan
nafas keibuan dalam keluarga kami hingga kini lewat sosok Ayah.
Dalam
diri Ayah, aku yang seorang perempuan seakan melihat rupa Ibu. Ibu
pasti juga sesabar dirinya dalam menghadapi setiap hantaman kepedihan.
Entah pada saat Ayah jatuh dan menyerah, marah, dalam segala situasi dan
kondisi.
Mungkin waktu dapat mengingkari semua asa. Namun
hadirmu tak lekang oleh waktu, Ayah. Kau paripurna. Walau saya menjual
dunia ini, nilainya tak sebanding dengan hadirmu, pria paling hebat
dalam hidup.
Mencintaimu dengan segenap pikiran, perasaan dan jiwa. Thanks for sharing beyond everything for fourth of us.
Ayah, happy birthday 15 Agustus 2015. ***
Jumat, 21 Agustus 2015
21.45
Ayah, Happy Birthday
Unknown
Cerpen, Cinta, Inspirasi, Perjuangan
MR: MC2
0 Comments